Pengarsipan Sertifikat Tanah Rakyat

Sertifikasi tanah Rakyat termasuk rute meraih cita-cita keadilan sosial, kesejahteraan Rakyat, dan mencegah sangketa-sangketa lahan di Negara RI. Begitu Presiden RI Joko Widodo merilis dasar dan arah kebijakan sertifikasi lahan Rakyat di berbagai daerah akhir-akhir ini. “Saya yakin kalau urusan sertifikat tanah ini selesai, masyarakat akan lebih sejahtera dan kita bisa mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia,” papar Presiden RI Joko Widodo di depan peserta Pembukaan Rapat Kerja Nasional Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Tahun 2018, di Puri Agung Convention Hall, Hotel Sahid Jaya, Jakarta, Rabu sore 10 Januari 2018 (Setkab RI, 10/1/2018).

Tahun 2017, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) RI membuat 5 (lima) juta sertifikat tanah Rakyat. Tahun 2018, Pemerintah berencana membuat 7 (tujuh) juta sertifikat tanah Rakyat di seluruh Negara RI. Sehingga tahun 2025, seluruh bidang tanah di Negara RI, telah disertifikasi (Setkab RI, 10/1/2018).

Di berbagai negara, pemberian hak Rakyat atas tanah merupakan hal mendasar dan fundamental. Misalnya, di Jepang, sertifikasi tanah Rakyat dilaksanakan sebelum Perang Dunia I atas titah Kaiser. Bahkan pembuatan arsip pertama kali Jepang berbasis arsip tanah dan sejarah Rakyat, khususnya para pejabat di daerah-daerah, yang menjadi tuan tanah. Data sejarah orang dan arsip lahannya dilaporkan kepada Kekaiseran Jepang. Data warga seperti ini pernah diterapkan oleh Kaisar Agustus era Romawi Kuno abad pertama Masehi.

Pengarsipan lahan Rakyat dan sejarah keluarganya di Jepang merupakan pijakan awal dari Restorasi Meiji tahun 1868. Restorasi Meiji menghasilkan perubahan-perubahan struktur sosial, politik, dan ekonomi masyarakat Jepang yang memadukan kemajuan Eropa dengan nilai tradisi Jepang (H. Van Straelen et al, 1952).

Melalui peraturan pajak, pendapatan, upah, tunjangan, obligasi Pemerintah, kepemilikan lahan, dan lain-lain, Restorasi Meiji menata-ulang struktur sosial, ekonomi, dan politik masyarakat Jepang dengan menghapus feodalisme yang berbasis empat pilar utamanya shogun, daimyo, samurai dan kelompok petani (W.G. Beasley, 1995).

Sekitar 300 basis kekuasaan daimyo dijadikan perfektur yang dikontrol seorang gubernur yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat Jepang. Utang-piutang para samurai yang berjumlah sekitar 1,9 juta di Jepang pada awal abad 19 M itu, diambil-alih oleh negara. Pendapatan para daimyo ditata-ulang untuk negara dan pendapatan usaha swasta. Secara perlahan-lahan, para samurai dibayar dengan gaji tetap yang berisiko pada keuangan negara.

Program kearsipan Jepang itu merupakan dasar, patokan, dan pijakan slogan dan strategi Restorasi Meiji: “Makmurkan negara (Jepang) dan perkuat angkatan bersenjata” sejak tahun 1905 dan Meiji melakukan konsolidasi pemerintahan Kaiser Jepang untuk menghadapi ancaman kelompok shogun, daimyo, dan samurai. Lahan milik Shogun dikontrol oleh prerogatif kekaiseran (Rachel F. Wall, 1971).

Mengapa Jepang berhasil dengan program pengarsipan data dan sejarah lahan dan Rakyatnya? Karena arsip merupakan unsur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Arsip adalah identitas dan jati diri suatu Bangsa, sejarah dan peradabannya. Arsip juga merupakan bentuk pertanggungjawaban Pemerintah dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan negara. Sehingga arsip menjadi memori kolektif yang hidup dari suatu Bangsa.

Arsip juga memiliki nilai strategis. Karena dari semua aset Negara yang ada, arsip adalah aset paling berharga, warisan yang nyata, benar, dan lengkap tentang perjalanan kehidupan suatu Bangsa dari satu generasi ke generasi berikutnya, yang harus tetap dipelihara dan dirawat serta dilestarikan. Tingkat peradaban suatu Bangsa dapat dilihat dari pemeliharaan dan perawatan atau pelestarian arsip-arsipnya.

Oleh karena itu, kini tiba saatnya, copy sertifikat tanah Rakyat Negara-Bangsa RI, juga diarsipkan melalui Arsip-Arsip di setiap daerah Kebupaten atau kota seluruh Negara RI. Karena Bangsa tanpa arsip berisiko menjadi Bangsa tanpa ingatan bersama, tanpa kebudayaan dan peradaban, tanpa hak-hak yang sah, tanpa pengertian tentang akar sejarah dan identitas bersama sebagai Bangsa dan Negara. Keadaan kearsipan nasional suatu Bangsa dapat menjadi indikator kekukuhan semangat kebangsaannya.

Share the Post: