Pangkas 42.000 Peraturan & Cegah Korupsi Terlembaga

Presiden RI Joko Widodo merilis rencana memangkas sekitar 42.000 peraturan (regulasi atau peraturan, perizinan, dan persyaratan) dari tingkat kementerian, gubernur, bupati dan walikota di seluruh Negara RI, yang membebani masyarakat, menghambat usaha, dan memicu tata-kelola negara dan pelayanan masyarakat tidak efisien. Bahasa peraturan-peraturan itu tidak jelas dan abu-abu sebagai alat pemeras, papar Presiden RI Joko Widodo pada acara Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia Tahun 2017 dan Peresmian Pembukaan Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi Ke-12 serta Peluncuran Aplikasi e-LHKPN, Senin pagi 11 Desember 2017, di ruang Birawa Hotel Bidakara, Tebet, Jakarta (Setkab RI, 11/12/2017)

Hasil riset ahli korupsi, Vito Tanzi (1996) yang meneliti pola korupsi di Negara RI jelang akhir abad 20, menyimpulkan bahwa pola korupsi di Negara RI bersifat “institutionalizing corruption” yakni pola korupsi terlembaga melalui mata-rantai regulasi, administrasi, dan otorisasi negara, seperti lisensi, izin usaha, aliran kredit bank, pajak, pilihan investasi, SIM (Surat Izin Mengemudi), kepemilikan kendaraan, izin membangun rumah, perdagangan luar negeri, paspor, urusan pajak, pemanfaatan tanah oleh swasta, procurement, privatisasi, eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam, otorisasi investasi skala besar, travel, dan foreign exchange yang mensyaratkan adanya dokumen dan otorisasi administrasi negara.

Risiko korupsi terlembaga di berbagai negara selama ini yakni (1) mengabaikan pelayanan hak-hak dasar Rakyat dan merusak lingkungan (Garry S. Backer, 1998); (2) merapuhkan kinerja birokrasi akibat praktek memburu rente dan uang pelicin serta mengabaikan karya produktif-inovatif untuk Rakyat; (3) meningkatkan kemiskinan (Andre Shleifer, 1996); (4) merapuhkan produktivitas Negara karena akses khusus bagi koruptor ke proyek-proyek Negara tanpa kriteria kelayakan, transparansi, dan akuntabilitas publik; (5) mendistorsi kerja pasar dan alokasi sumber ekonomi yang mengurangi efisiensi dan investasi (Mauro, 1995); (6) mendistorsi kebijakan sektor industri (Ades and Di Tella, 1997); dan (7) mengurangi anggaran operasi dan biaya perawatan aset-aset ekonomi Negara, mengurangi pendapatan Negara dari pajak, mengurangi dan menghambat aliran investasi dari dalam negeri dan dari luar negeri (Wei, 1997). Maka rencana-kerja pemangkasan 42.000 peraturan yang dirilis oleh Presiden RI Joko Widodo, perlu fokus pada upaya pencegahan dan pemberantasan pola korupsi terlembaga (institutionalizing corruption) dan risiko-risikonya di Negara RI selama ini.

Share the Post: